Refleksi Hari Pahlawan 10 November 2023
Oleh : Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja
Peringatan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional merupakan momen yang penting bagi bangsa Indonesia. Setiap tahun pada tanggal tersebut, kita merayakan dan mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. 10 November dipilih sebagai Hari Pahlawan Nasional karena secara historis pada tanggal ini terjadi peristiwa bersejarah yaitu pertempuran Surabaya pada tahun 1945. Pertempuran ini merupakan bagian dari perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada saat itu, pasukan Sekutu dan Belanda mencoba menguasai kembali Surabaya untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Namun, rakyat Surabaya dengan semangat juang tinggi melawan pasukan invasi tersebut. Dalam pertempuran yang sengit, banyak korban jiwa yang gugur menjadi pahlawan dalam perjuangan tersebut.
Peringatan 10 November bukan hanya sebagai penghormatan kepada pahlawan-pahlawan yang gugur dalam pertempuran Surabaya, tetapi juga sebagai penghormatan kepada seluruh pahlawan yang telah berperan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam sejarah perjuangan Indonesia, terdapat banyak pahlawan yang berjuang dengan keras melawan penindasan kolonial dan memberikan pengorbanan besar untuk negara ini. Peringatan 10 November juga menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat Indonesia akan pentingnya nilai-nilai kepahlawanan yang harus dijunjung tinggi. Nilai-nilai seperti keberanian, kejujuran, semangat juang, dan kecintaan terhadap tanah air merupakan warisan yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Dalam peringatan 10 November, kita juga dapat merenungkan arti dan makna kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat mempertanyakan diri sendiri, bagaimana kita bisa menjadi pahlawan dalam lingkungan kita masing-masing. Kepahlawanan tidak selalu terkait dengan peperangan atau perjuangan politik, tetapi juga dapat ditunjukkan melalui kegiatan-kegiatan kecil yang bermanfaat bagi orang lain dan bangsa. Melalui peringatan ini, kita diingatkan akan nilai-nilai kepahlawanan yang harus dijunjung tinggi, serta diharapkan dapat mengambil inspirasi dan pembelajaran dari perjuangan para pahlawan tersebut. Semoga semangat dan semangat juang para pahlawan selalu menginspirasi kita untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Kehilangan marwah konstitusi
Jika pada saat itu pemerintah bersama rakyat merebut kembali kedaulatan yg dirampok oleh penjajah asing, saat ini kita sedang menghadapi persoalan serius karena kedaulatan rakyat dirampok oleh segelintir orang yang memiliki relasi kuasa. Konstitusi sebagai rule of the law dalam bernegara diobok-obok demi membuka jalan bagi penguasa dalam melanggengkan kekuasaan, akibatnya konstitusi bukan lagi dipandang sebagai kitab suci bernegara yg sakral karena sewaktu-waktu dapat diubah atas nama kekuasaan.
Pemilu sebagai hajat besar rakyat indonesia dalam menentukan arah dan nasib bangsa kedepan berubah menjadi drama politik dan hukum demi seorang putra mahkota dengan menggunakan instrumen hukum sang paman sebagai pembuka karpet merah melalui keputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi mengensi batasan umur Capres dan Cawapres. Maka kemudian presepsi publik yang selama ini mencurigai adanya cawe-cawe lingkaran kekuasaaan pada pemilihan Presiden tahun 2024 yang akan datang saat ini telah terkonfirmasi dengan adanya keputusan MKMK yg memberhentikan ketua MK Anwar Usman, karena terbukti bersalah membuka ruang adanya intervensi terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi, bahkan MKMK juga menghukum Anwar Usman dengan tidak diperkenankan lagi menangani sengketa pemilu 2024.
Meskipun Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi telah kehilangan marwahnya, karena itu muncul presepsi yang mempertanyakan legitimasi salah satu pasangan cawapres dalam pilpres 2024 meskipun secara hukum sah, legitimasi itu terkait dengan etika dan moralitas dalam demokrasi dan politik. Hal ini tentu sangat mencederai harapan publik dimana pemilu yg seharusnya diwarnai dengan kontestasi gagasan justru telah diawali dengan “Drama Korea” yang sangat memuakkan bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Pilar pengawal dinasti
Hal yang membuat kita miris saat ini adalah keberadaaan partai politik sebagai pilar utama demokrasi telah berubah menjadi pilar pengawal dinasti, sehingga ruh dan semangat reformasi dan perjuangan demokrasi telah berganti menjadi spirit “dagang sapi”. Maka ini patut menjadi evaluasi bersama apakah ini merupakan kesalahan sistemik dalam kepartaian di indonesia atau karena faktor lainnya dimana para pemilik kekuasaan partai politik tersandra oleh masalah hukum sehingga tidak mampu melakukan bargaining selain berusaha menyelamatkan diri dari jeratan hukum. Disinilah semangat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik telah hilang, semangat untuk menghadirkan keadilan dan kesejahteraan hangus oleh kesalahan elit-elit penopang demokrasi.
Maka hal ini akan mejadi catatan sejarah dan harus menjadi perenungan bagi seluruh anak bangsa, bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja, karena itu membutuhkan perubahan besar. Perubahan bukan hanya dalam tatanan kekuasaan akan tetapi juga tatanan sistem yang selama beberapa tahun terakhir ini cenderung berlaku semata-mata demi kepentingan kekuasaan. Sehingga pemilu yang akan digelar sebentar lagi, bukan hanya sekedar hajatan seremonial lima tahunan, tetapi menjadi pintu gerbang bagi bangsa Indonesia menuju kejayaaan bangsa terutama dalam menghadirkan janji-janji kemerdekaan yang dicita-citakan oleh para pahlawan kita.
Hari Pahlawan yang kita peringati pada hari ini seharusnya dapat memainkan peran penting dalam membangun dan memelihara demokrasi yang kuat. Menghargai perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dapat kita wujudkan dalam menggunakan hak politik kita secara baik dan bijak, semua didasarkan atas komitmen dan tanggungjawab kita untuk Indonesia yang lebih baik. Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan rakhmat dan ampunannya kepada para pahlawan kita. Al Fatihah …..
Penulis : Dr. Heri Solehudin Atmawidjaja (Pemerhati Sosial Politik dan Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta, Wakil Ketua Forum Doktor Sospol Universitas Indonesia, Direktur Heri Solehudin Center).