Kabinet Persatuan Nasional

Oleh: Nur Iswan (Peneliti Senior Indopol, Alumni School of Public Policy and Administration, Carleton University, Canada)

Tak akan lama lagi, Indonesia memiliki Pemerintahan baru dengan Presiden-nya, Prabowo Subianto. Dan tentu saja, usai dilantik tanggal 20 Oktober mendatang, akan disusul dengan Pembentukan Kabinet baru. 

Meskipun Prabowo belum membocorkan nama atau sebutan untuk Kabinet-nya, penulis mengusulkan nama kabinetnya adalah “Kabinet Persatuan Nasional”. 

Hal ini seiring dengan semangat Presiden untuk mempersatukan maupun merangkul semua potensi dan kekuatan masyarakat. Mengajak dan mengapresiasi dukungan semua Partai Politik. Sekaligus dalam rangka menjaga stabilitas dan membangun kerja bersama untuk Indonesia.

Keinginan itu nampaknya tidak datang tiba-tiba. Ia muncul dari kombinasi antara latar belakangnya sebagai prajurit, tempaan pengalaman politik yang panjang dan juga kematangan usia. 

Selain itu, keinginan tersebut juga bersandar pada kesadaran bahwa mengurus dan membangun Indonesia yang luas dengan kompleksitas latar belakang dan aspirasi masyarakat yang beraneka, akan membutuhkan keterlibatan dan sokongan banyak pihak. Terlebih lagi, tantangan global dan kondisi makro juga sedang tidak baik-baik saja.

Hal ini dipertegas oleh Presiden terpilih, Prabowo dalam Pidatonya pada acara “BNI-Investor Daily Summit: Accelerating Resilient Growth” (09/10/2024). Ia mengutip ungkapan para Sejarawan, ”Unity brings harmony. Harmony brings equilibrium. Equilibrium brings peace. Only with peace, we can have a prosperity!”

Penegasan ini seakan bermakna bahwa persatuan adalah kunci untuk kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa. Karena melalui persatuan, stabilitas politik akan terjaga. Jika politiknya stabil, seluruh potensi dan peluang dan cita-cita mulia akan tereksekusi dengan tenang. Tanpa gangguan. Tanpa kegaduhan. Tanpa kendala.

Secara kasat mata, tekad Prabowo pelan tapi pasti mulai ia tunjukan. Kadang dengan sinyal tersirat, tapi lebih sering dengan tersurat melalui pernyataan terbuka. 

Salah satu bukti mengupayakan Persatuan Nasional adalah bocoran dalam hal draft penyusunan anggota Kabinet-nya. Hampir semua Partai Politik, terutama yang lolos ke Senayan sudah memberikan dukungan, bergabung atau diajak serta. Kloter Partai Politik terakhir, tentu saja PDIP. 

Meski belum ada pertemuan dan pernyataan resmi dari Prabowo dan Megawati, tapi sinyal bergabungnya PDIP ke Pemerintahan Prabowo makin terang benderang. Sehingga, jika benar seperti itu maka sempurna-lah dukungan dan persatuan politik di Parlemen. Sebagaimana yang dicita-citakannya.

Check and Balance

Selanjutnya, bila Persatuan Nasional sebagaimana dijelaskan diatas terwujud dan tak ada satupun Partai Politik yang berada di luar Pemerintahan maka tentu saja akan menyisakan kekhawatiran dan pertanyaan kritis.

Jika tidak ada Partai Politik parlemen di luar Pemerintahan, lantas Siapa yang akan melakukan kontrol dan penyeimbang? Pihak mana yang akan melakukan kritik di Parlemen atas semua kebijakan Pemerintahan termasuk politik anggaran maupun
Penyusunan UU?

Dalam konteks demokrasi yang sehat, adalah wajar dan bisa dimaklumi apabila ada kegundahan atas iklim demokrasi kita tersebut. Bahkan, sudah mulai ada yang menyuarakan kemiripan Pemerintahan Prabowo dengan Era Soeharto. Terutama di 20 tahun awal pemerintahan Orde Baru. 

Tetapi, Prabowo tentu saja bukanlah Soeharto. Ruang, waktu dan konteks politik sudah berubah drastis. Generasi bergeser dan beralih. Bahkan, melalui demokrasi sos-med, keberanian demokrasi dan gelombang kritik akan sulit dibendung. Toh, sejauh yang kita saksikan, Prabowo menghargai kritik, menghormati demokrasi dan kebebasan pers serta perbedaan pendapat.

Selain itu, di kematangan dan kebijaksanaan usia-nya, Prabowo pasti berniat baik, ingin bertindak baik, berhasil baik dan dikenang baik. Kita doakan beliau sehat senantiasa dan sukses mengemban amanah dan memandu Indonesia menjadi negeri maju dan sejahtera. Rakyatnya bahagia dan bebas berekspresi dan berkreasi. Semoga