Menemukan Identitas Bangsa melalui Pengakuan
KBA News

Internet adalah sebuah hal yang penting bagi kehidupan manusia sekarang. Bisa dibilang kebutuhan pokok di jaman sekarang ini. Dalam bekerja, belajar, ataupun hanya untuk mengisi waktu luang, internet terus dibutuhkan. Apalagi setelah covid 19 (virus corona) yang menghantam dunia tiga tahun lalu, internet sudah menjadi bagian dari kehidupan kita dan internet telah membuktikan bahwa ia mampu untuk membantu manusia. Semua hal bisa didapatkan di internet sekarang. Belanja? Online shopping sudah menjadi hal yang marak.

Membaca berita? Banyak website berita bertebaran. Menonton film? Sudah tidak perlu ke bioskop, mobile phone kecil kita sudah mampu untuk menonton film di rumah. Internet yang cepat pun sangatlah dibutuhkan untuk melakukan seluruh hal yang telah disebutkan tersebut. Seorang ilmuwan asal Indonesia bernama Dr. Eng. Khairul Anwar menciptakan teknologi Bernama Broadband. Sebuah teknologi untuk membantu proses pengiriman dan penerimaan data melalui sistem jaringan komunikasi dengan kecepatan tinggi. Sistem broadband inilah yang menjadi cikal bakal dari jaringan 4G. Temuan ini adalah sebuah inovasi yang sangat membantu perkembangan teknologi tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Tetapi respon dari pemerintah Indonesia sangat buruk terhadap penemuan Dr. Khairul Anwar ini. Karyanya tidak dihargai hanya karena beliau adalah orang Indonesia.

Kebanyakan pemerintah Indonesia tidak menghargai karya-karya yang diciptakan anak bangsa. Mereka lebih senang membeli produk ciptaan luar negeri. Sedangkan di Jepang, produk ciptaan Dr. Khairul Anwar ini lebih dihargai dan bahkan didanai agar Dr. Khairul Anwar bisa mengembangkannya dengan lebih baik. Bayangkan jika temuan Dr. Khairul Anwar ini diterima dan dikembangkan di Indonesia, reputasi negara kit aini bisa lebih baik di mata  warga dunia dan Indonesia bisa dilihat lebih serius dan lebih dihargai.

Bukan hanya sekali orang-orang hebat dari negara kita ini tidak dihargai karyanya oleh pemerintah atau negara. Salah satunya adalah Dr. Warsito P Taruno. Beliau adalah penemu ECVT dan alat pembunuh kanker. Menurut website Brilio, saat beliau ingin mengembangkan ciptaannya di Indonesia, beliau tidak mendapatkan izin dari Lembaga Kesehatan Indonesia. Kecewa dengan keputusan tersebut, beliau berangkat ke Jepang dan disana inovasi beliau dihargai dan dibanggakan. Bahkan, ciptaan beliau digunakan di berbagai negara besar dunia seperti, Malaysia, Cina, Amerika Serikat, Singapura, Eropa, Taiwan, dan India.

Lalu mengapa negara kurang menghargai ilmuwan-ilmuwan hebat di Indonesia ini? Karena banyak orang Indonesia yang suka lihat merek. Dilansir dalam website Medcom.id, orang-orang Indonesia lebih suka produk-produk yang diproduksi oleh negara asing. Mindset-mindest seperti ini perlu diubah dan dibetulkan. Banyak warga Indonesia yang percaya bahwa seluruh produk buatan anak negeri itu kualitasnya rendah dan produk dari luar negeri itu lebih bisa dipercaya. Padahal belum tentu produk-produk dalam negeri ini kualitasnya lebih rendah dibanding produk luar.

Hal-hal seperti inilah yang menjadi pemicu para anak-anak muda hebat Indonesia ini lebih memilih mengembangkan temuannya di negara asing. Pertama karena memang fasilitas yang lebih memadai, dan yang kedua karena warga dan pemerintah asing tersebut lebih menghargai. Jikalau kita lebih terbuka pikirannya dan belajar menghargai sesama rakyat Indonesia, hal-hal seperti ini bisa saja kita hindari. Bahkan mungkin temuan para ilmuwan-ilmuwan tersebut bisa menghantarkan Indonesia ke kancah internasional dan negara kita bisa lebih dilihat dan dihargai warga dunia.

Jika dikaji kembali, kejadian seperti inilah yang membuat rasa nasionalisme kita menjadi menurun. Meragukan produk buatan Indonesia dan lebih memilih produk luar buatan orang asing. Secara tidak sadar, kita membantu produk produk asing tersebut untuk lebih sukses dan membiarkan produk produk Indonesia ini mati dilindas oleh produk asing.

Marilah mulai kita instrospeksi diri kembali dan mempertanyakan rasa nasionalisme pada diri masing masing. Apakah saya bisa disebut sebagai nasionalis kalau saya masih lebih memilih untuk membeli beras impor dan bukan beras produksi negara sendiri? Apakah NKRI harga mati terpahat dalam hati saya jjika saya masih lebih memilih untuk membeli papaya California bukan papaya dari negara sendiri? Mikirrrrrrrr…!

11 September 2023

Thio Ahlan Shakura, Kolumnis, Koordinator Sahabat Anies Internasional (SAI) Korea Selatan