Mengembalikan Jakarta jadi Kota yang Maju dan Bahagia Warganya

Dua tahun Jakarta dipimpin oleh pejabat tunjukan Jokowi, Heru Budi. Jejak Jakarta selama lima tahun yang dibangun oleh Anies Baswedan dihapus secara perlahan. Heru Budi terkesan sedang menjalankan sebuah missi agar semua pembangunan yang dilakukan oleh Anies perlahan hilang didalam benak publik.

Wajah Jakarta setelah ditinggal Anies nampak tak lebih baik, Jakarta menjadi kota yang intoleran, rakyat Jakarta yang pada zaman pemerintahan Anies mendapatkan pengayoman dan pelayanan yang baik dan manusiawi, di zaman Heru Budi mengalami hal – hal yang berbanding terbalik, mereka mendapatkan perlakuan tak manusiawi, digusur dari tempat tinggalnya sebagaimana yang terjadi di Kampung Aquarium.

Belum lagi kondisi banjir Jakarta yang selama Anies hampir dipastikan tidak ada, karena adanya sumur resapan yang dibangun olehnya, kini kondisi sumur itupun sudah nyaris tidak ada, karena tertutup oleh pengaspalan jalan, dan tidak ada alternatif lain dalam mengatasi banjir.

Penghapusan jejak Anies di Jakarta yang menyebabkan Jakarta sebagai kota yang maju dan bahagia menjadi terkikis, sebagaimana disampaikan oleh anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Suhud Alynudin. Dia menganggap adanya kemunduran terkait jalur sepeda pada masa kepemimpinan Heru Budi. Padahal, menurutnya, upaya menciptakan fasilitas yang ramah pesepeda tak terlepas dari upaya untuk mengurangi polusi di Jakarta.

“Bersepeda kan bukan sekadar gaya hidup, bukan gaya-gayaan gitu, tapi juga ini bagian dari upaya untuk ya, selain soal polusi, soal budaya hidup sehat, soal kewajiban seorang Pj Gubernur untuk menghormati transportasi sehat,” ungkap Suhud.

Suhud menambahkan, kebijakan lain yang merugikan masyarakat di antaranya pemangkasan kuota Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Mulanya 19 ribu penerima menjadi 7.900 saja yang mendapat.
“Ini saya kira di aspek kesejahteraan terlihat betul ya, ada kemunduran, padahal APBD DKI Jakarta kan besar dibandingkan daerah lain,” kata Suhud.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, menilai kini Jakarta semakin semrawut. Ia menyayangkan pemotongan Kartu Lansia Jakarta (KLJ), yang mulanya sebesar Rp 600 ribu menjadi setengahnya, yakni Rp 300 ribu dengan alasan penambahan kuota.

“Memperluasnya ke mana, perlu dijelasin, wilayah mana? Kalau jadi, berapa ribu yang dapat (KLJ), kalau itu dipotong, bila tersalurkan atau belum, itu sudah harus kita pertanyakan. Ini kudu jelas,” kata Ilyas.

“KLJ ini banyak yang tertahan sampai hari ini, ini keluhan langsung yang saya dengar dari masyarakat,” lanjutnya.

Ilyas juga membeberkan, selama Heru Budi menjabat, komunikasi yang hendak dilakukan DPRD kepada Gubernur semakin sulit. Padahal Ilyas beranggapan gubernur bukanlah atasan DPRD, posisinya merupakan mitra kerja. Heru Budi dinilai terlalu birokratis.

Tentu saja dampak dari kebijakan itu, masyarakat Jakarta mengalami kesulitan dan penderitaan, karena fasilitas untuk kesejahteraan dan kebahagian mereka menjadi terhambat dan cenderung berkuran, sehingga mengurangi sisi kebahagiaan warga.

“Bahwa ini ada unsur sengaja secara politis ya untuk menghapus atau ya menghilangkan (kebijakan Gubernur sebelumnya). Kebijakan itu harusnya inkremental ya, yang baik dilanjutkan, yang buruk dievaluasi. Ini malah banyak dihapus,” ujar pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada detik.

Kebijakan-kebijakan kontroversial yang diambil Heru Budi, ujar Trubus, banyak mengutamakan kepentingan politis. Sebab, tidak memberikan solusi lain ketika sebuah program dihentikan. Salah satunya ia menyebut soal tidak dilanjutkannya program sumur resapan air untuk mengatasi banjir. Trubus menegaskan, jika memang sumur resapan air tidak menjadi jalan keluar, Heru Budi mestinya bisa menciptakan upaya lainnya, seperti membangun bendungan, waduk, atau melanjutkan pembangunan waduk yang belum selesai.

Trubus juga menyoroti kebijakan-kebijakan yang diubah dan berdampak pada masyarakat. Salah satunya menghapus anggaran untuk jalur sepeda senilai Rp 38 miliar pada era kepemimpinan Anies Baswedan. Setelah menuai protes dari masyarakat, Heru akhirnya menggelontorkan dana Rp 7,5 miliar untuk jalur sepeda. Dana Rp 5 miliar dari anggaran tersebut diperuntukkan buat perbaikan jalur sepeda, sisanya untuk mengevaluasi jalur sepeda yang sudah ada.

Ketua Umum Bike to Work Indonesia, Fahmi Saimima, mengeluhkan terjadinya kemunduran terkait dengan lingkungan ramah pesepeda di Jakarta sejak Heru Budi menjabat. Tak hanya masalah mengurangi anggaran, ada sejumlah persoalan lain sepanjang tahun lalu terkait dengan pemeliharaan dan kebijakan jalur sepeda.

“April 2023, kalau masih ingat, Pj Gubernur rekayasa lampu merah di persimpangan Santa. Alasannya kurangi kemacetan, mereka bongkar trotoar dan jalur sepeda, kemudian malah jadi kemacetan luar biasa dan viral. Tidak mengaku salah, tetapi jalur sepeda yang sudah dibongkar kemudian dikembalikan,” tutur Fahmi.

Fahmi juga menyebut kasus lain pada Mei 2023, ada 18 ruas jalan Ibu Kota diperintahkan untuk diaspal ulang, alasannya untuk menyambut KTT ASEAN. Sayangnya, setelah itu, jalur sepeda yang terhapus tidak dikembalikan seperti semula. Kemudian Oktober 2023, Pemprov DKI Jakarta membongkar stick cone, pembatas jalur sepeda di 13 ruas jalan jalur sepeda. Dalilnya, saat itu karena membahayakan pengendara lain.

“Kami berpikir itu tidak masuk akal karena stick cone itu kan dibuat untuk melindungi pengendara sepeda, tapi malah dihilangkan melindungi pengendara lain,” kata Fahmi kepada detik.

Hilangnya kemajuan kota dan rasa bahagia masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara harus bisa dikembalikan. Keterpanggilan Anies untuk berlaga kembali di Jakarta, tentu saja menjadi keniscayaan, apalagi survey Anies cukup tinggi, sekitar 29,8 % disusul Ahok 20 % dan Ridwan Kamil 8.5 %. Bahkan hampir diseluruh survey yang membincang pilgu Jakarta, Anies selalu berada diperingkat teratas.

Keterpanggilan Anies untuk membenahi dan mengemablikan Jakarta sebagai kota maju dan membahagiakan, nampaknya bergayung sambut dengan keinginan PKS, PKB, NasDem dan bahkan PDI-P. DPW PDI – P Kota Jakarta bahkan memasukkan Anies sebagai calon yang akan diusulkan untuk menjadi gubernur DKJ.

Peluang Anies untuk memenangkan pilgub di Jakarta sangat besar peluangnya, kini tinggal bagaimana para partai politik pengusung dan pendukung berkompromi dengan mengedepankan satu semangat mengembalikan Jakarta sebagai kota maju dan bahagia.

Saya sangat yakin, PKS, PKB, NasDem dan PDI-P dan partai partai lain yang akan bergabung bisa dengan bijak mengedepankan kepentingan rakyat. Sehingga dengan cara itu masing – masing partai akan dengan bijak bisa menerima kandidat yang akan mendampingi Anies berjuang mengembalikan kemajuan dan kebahagiaan warga Jakarta.

Surabaya, 18 Juli 2024

Isa Ansori, Akademisi dan Kolumnis, Tinggal di Surabaya