Mitos dan Framing Kutukan Petahana di Pilgub Jakarta Takkan Terjadi pada Anies Baswedan

Dua kasus gubernur petahana di Jakarta selalu gagal lanjut ke periode kedua. Fauzi Bowo atau Foke dan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok kalah dalam Pilgub Jakarta untuk periode kedua tidak bisa dijadikan alasan sebagai 'kutukan petahana'.

Dua kasus di atas tidak bisa digeneralisasi bahwa bila ada gubernur Jakarta yang ingin maju di periode kedua bakal kena 'kutukan petahana' hanya berdasarkan kasus gagalnya Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaya Purnama. Apalagi tidak disertai alasan ilmiah. 'Kutukan petahana' hanyala persepsi pengamat yang tidak berdasarkan pijakan data ilmiah.

Fauzi Bowo gagal ke periode kedua di tahun 2012 dikalahkan oleh Jokowi. Demikian pula Basuki Tjahaya Purnama dikalahkan oleh Anies Baswedan di Pilgub Jakarta tahun 2017. Pilgub Jakarta paling panas dan seru.

Atas dasar itu pula ada anggapan Anies Baswedan akan kalah di Pilgub Jakarta tahun 2024 karena ada pandangan sebagian orang tentang 'kutukan petahana' seperti yang dialami oleh Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaya Purnama.

Padahal Anies Baswedan bukan gubernur petahana. Pasalnya gubernur petahana Jakarta menurut UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada adalah Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, yaitu Heru Budi Hartono yang menjabat sejak 17 Oktober 2022. Heru Budi sendiri diketahui tidak mencalonkan sebagai bakal calon gubernur Jakarta di Pilgub Jakarta yang akan datang.

Dengan alasan itu, Anies Baswedan sendiri tidak bisa disebut sebagai gubernur petahana karena diganti oleh Pj. Gubernur sampai proses pemilihan gubernur Jakarta pada 27 November 2024. Ada masa 2 tahun lebih Heru Budi Hartono menjabat Pj. Gubernur Jakarta.

Pandangan 'kutukan petahana' terbantahkan pula berdasarkan fakta sebelumnya. Beberapa gubernur Jakarta pernah menjabat dua periode. Misalnya Gubernur Ali Sadikin menjabat dari tahun 1966 sampai 1977. Sutiyoso menjabat Gubernur Jakarta dari tahun 1997 sampai 2007.

'Kutukan petahana' hanyalah mitos. Tak berdasarkan argumentasi ilmiah. Masyarakat beranggapan bahwa mitos adalah sebuah fakta. Padahal mitos adalah kejadian yang belum dapat dipastikan kejadiannya.

Mitos 'kutukan petahana' bisa merusak aqidah seseorang karena melenceng dari ajaran Islam. Yang pasti kekalahan Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaya Purnama bukan sebagai bentuk 'kutukan petahana'.

Mitos 'kutukan petahana' bagi Fauzi Bowo dan Basuki Tjahaya Purnama bukan faktor kebetulan apalagi 'kutukan petahana' melainkan sudah takdir. Penyebutan 'kutukan petahana' bisa merusak aqidah seorang muslim. Karena ummat Islam mempercayai adanya takdir. Takdir baik dan takdir buruk.

Percaya kepada takdir merupakan rukun iman keenam.

"Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” [Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451]

Bila Allah subhanahu wata'ala sudah berkehendak atas sesuatu maka tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya, tak ada yang bisa menghalanginya.

Alam dan kejadian yang ada semua atas kehendak Allah Jalla wa Ala. Bahkan sehelai daun yang jatuh ke permukaan tanah pun semua atas izin Allah subhanahu wata'ala.

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" [QS. al-An'aam: 59]

Bandung,
14 Muharram 1446/22 Juli 2024

Tarmidzi Yusuf, Kolumnis