Oleh: Abd. Muqit (Dosen Politeknik Negeri Malang).
Setiap 17 Agustus bangsa Indonesia selalu merayakan hari kemerdekaannya. Acara ini dilaksanakan secara meriah, gegap gempita, berwarna warni di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada perayaan hari kemerdekaan hal yang sangat penting adalah pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia raya. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Pancasila.
Ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya selanjutnya pembacaan Pancasila sebagai lambang negara, muncul suatu ide pertanyaan kritis. Jika membangun negara. manakah yang paling tepat apakah membangun bangsa antara negara kuat dan negara yang makmur.
Kalau dilihat dari kedua konsep paradigmatic ini, tampaknya tujuan akhir (ending target) negara Indoneisa adalah kesejahteraan warganya. Nah, ini yang menjadi pertimbangan setiap para pemangku jabatan kekuasaan akan dibebabni dengan tujuan akhir yang mulia ini.
Kemudian, untuk melihat apa sih sebenarnya negara yang sejahtera dan negara yang kuat tersebut? Negara yang makmur dicirikan terutama oleh kekayaan ekonomi dan kesejahteraan warganya.
Kondisi tersebut dapat dicirikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi. Kemakmuran sering kali diukur dengan product domestic bruto (PDB) per kapita yang tinggi, yang mengindikasikan bahwa warga negara menikmati sumber daya ekonomi yang besar.
Kedua, kualitas hidup. Negara-negara makmur biasanya memberikan standar hidup yang tinggi bagi warganya, termasuk akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial.
Ketiga, kesempatan kerja. Ekonomi yang makmur menawarkan peluang kerja yang beragam dengan upah yang adil, yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Keempat, kesetaraan sosial. Kemakmuran juga mencakup distribusi kekayaan dan sumber daya yang adil di antara penduduk, mengurangi tingkat kemiskinan.
Sebaliknya, negara yang kuat biasanya mengacu pada negara yang memiliki kekuatan militer yang signifikan, pengaruh politik, dan keamanan nasional yang kuat. Kekuatan suatu negara dapat dinilai melalui berbagai faktor, di antaranya kemampuan militer yang kuat.
Negara yang kuat memiliki kekuatan militer yang lengkap dan besar yang mampu mempertahankan kedaulatannya dan memproyeksikan kekuatannya secara internasional.
Keduanya, stabilitas politik yang baik. Negara yang kuat sering kali menunjukkan struktur pemerintahan yang stabil, kepemimpinan yang efektif, dan kemampuan untuk menjaga ketertiban di dalam perbatasan mereka. Pengaruh pada urusan global sangat dihargai.
Negara-negara seperti itu biasanya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hubungan internasional, berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan global.
Kohesi Nasionalnya mantap dan kuat. Rasa persatuan yang kuat di antara warga negara berkontribusi pada ketahanan nasional terhadap ancaman eksternal.
Konsep paradigmatic di atas dapat dijelaskan dengan adanya fakta di lapangan yang manakah yang mesti diprioritaskan. Nah, untuk merespon pertanyatan seperti di atas adalah denag melihat fenomena konketkstual di lapangan.
Negara mestinya hadir dalam menjawabh tantangan dan persoalan yang dihadapi bangsanya. Keharirannya akan mampu menyelesaikan masalah secara komprehensif.
Kehadiran negara secara komprehensif akan menimbulkan respon dengan interkonnektifitas yang baik. Warga semakin mencintai pemimpinnya, karena pemimpinpinnya sangat peduli terhadap kebutuhan warganya. Sebaliknya, peminpinnya akan merasa bangga karena juga dibutuhkan kehadirannya untuk mereka.
Melihat paradigma yang muncul tersebut, tampak sekali bahwa warga negara yang diperlukan adalah sejahtera bukan negara yang kuat. Hal ini dikatakan demikian karena untuk menjadi kuat, perlu sekali warganya sejahtera.
Bilamana hanya kuat saja, warganya tidak mesti sejahtera. Senyampanng di hari kemeredekaan in9i, hendaknya para pemimnpin negara atau penguasa memeperhatikan momentum paradigma tersebut bilamana mau memimpin negara.
Bagi negara yang memilih untuk sehatera, maka konsepnya adalah bright leader. Sebaliknya peminpin yang suka negaranya menjadi negara kuat, bentuknya adalah peminpin yang strong leaders. Khusus Indonesia selala 25 tahun kedepan masih masih membutuhkan bright leader untuk menjawab kebutuhan warganya.
Pertanyaannya sekarang, kemanakah orientasi pemimpin tersebut? Waktulah yang akan menjawabnya. Akhirnya pepatah kuna yang perlu diikitu, buat apa menjadi negara kuat jika warganya susah makan dan keleleran.
Ini lebih baik terhormat menjadi negara yang makmur, biar masyarakatnya menjadi bangsa yang bersyukur dan beradab. Semoga……