Pernyataan Jaringan Islam Antidiskriminasi soal Upaya Penghentian Ibadah Rumah Doa GPdI Mergosari Tarik Sidoarjo

Setelah dua bulan lalu Jawa Timur diguncang aksi intoleransi di Cerme Gresik, provinsi ini kembali terguncang lagi Baru saja viral video pendek di media sosial, isinya perdebatan antara dua orang yang diduga pengurus Rumah Doa (RD) GPdI Mergosari Tarik Sidoarjo dan diduga-kepala desa setempat.

Perdebatan yang disaksikan beberapa warga serta RT/RW setempat berkisar seputar keberadaan RD tersebut. Kades menanyakan izin pendirian RD kepada pengurus, dan meminta agar ibadah dihentikan selama belum ada izin. Para pengurus bersikukuh tetap akan beribadah karena merasa telah memberitahukan keberadaan RD tersebut kepada Kementerian Agama, sembari menyatakan terus berupaya mengurus izin sebagai gereja.

Terkait peristiwa ini, dalam situsnya, FKUB Sidoarjo telah melakukan mediasi masalah ini di balai desa setempat, 26 Juli 2024. Hasilnya, belum ada titik temu karena warga yang menolak dan pengurus/warga GPdI sama-sama bersikukuh dengan pendapatnya.

Dalam rezim perundangan seputar pendirian rumah ibadah, ambil contoh pendirian gereja, bagi kelompok yang belum bisa mendapatkan izin pendirian karena kekurangan syarat administratif MASIH TETAP BISA melaksanakan ibadahnya. Lokasi aktifitas ibadah mereka secara formal administratif dinamakan "Rumah Doa/Ibadah," BUKAN gereja.

Rumah doa ini TIDAK MEMERLUKAN persyaratan seketat pendirian gereja, misalnya, terpenuhinya skema pengumpulan KTP dan tanda tangan dari 90 pengguna rumah ibadah dan 60 warga sekitar rumah ibadah.

Dalam video tersebut, pengurus RD mengklaim telah mengantongi Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) Rumah Doa ke Kementerian Agama. Untuk mendapatkan surat ini, rumah doa harus mengisi form dan juga melampirkan dokumen administratif dari desa/kelurahan. Artinya, jika SKTL telah dikeluarkan maka rumah doa tersebut telah diketahui pihak desa alias tidak liar.

Atas peristiwa ini, Jaringan Islam Antidiskriminasi menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Meminta agar aparat desa dan keamanan menjamin kelancaran ibadah Rumah Doa GPdI setempat, tidak hanya karena rumah ibadah telah melaksanakan kewajiban administrasinya namun, lebih jauh, setiap warga negara memiliki hak mengekspresikan agama/keyakinannya;

2. Mendukung penuh upaya Gus Idham Kholiq beserta anggota FKUB Sidoarjo untuk menyelesaikan persoalan ini dengan berpijak pada keadilan dan kearifan lokal;

3.Meminta kepada semua pihak berhenti memprovokasi warga agar tidak terjadi persekusi horizontal lanjutan terhadap Rumah Doa GPdI tersebut. Sebaliknya, para tokoh agama/masyarakat --khususnya yang beragama Islam-- sebaiknya memilih untuk terus melakukan edukasi kepada warga terkait jaminan negara atas kemerdekaan beragama/berkeyakinan serta urgensi posisi kelompok mayoritas (Islam) dalam melindungi kelompok minoritas --bukan malah memberangusnya.

3. JIAD memandang Sidoarjo selama ini merupakan salah satu kabupaten terbaik di Jawa Timur dalam upaya mempromosikan kehidupan toleransi, khususnya antaragama. Hal ini merupakan modalitas berharga dalam penyelesaian peristiwa ini.

Gusti Alloh bersama kita semua.

Jombang, 1 Juli 2024.

Aan Anshori

Kordinator

089671597374