Laporan tentang berkurangnya jumlah kelas menengah, berkurangnya tabungan mereka, PHK, dan sederet kenyataan yang terasa pahit menyeruak.
Sejak banjir teknologi digital, disrupsi, begitu istilah kerennya, sudah diwanti-wanti dampaknya. Tak berjarak terlalu lama, malahan sebelumnya, secara diam-diam penggunaan mesin dan teknologi di manufaktur yang menghemat pemakaian tenaga manusia, sudah hadir dan hampir pasti akan makin luas digunakan.
Hari-hari ini, faktor teknologi dibarengi dengan kenyataan lemahnya regulasi dan pengawasan, menyebabkan timbul penyakit lain, yakni, banjirnya barang impor.
Dan, hal di bawah ini juga akan memperburuk keadaan: kepentingan politik.
Kabinet diperkirakan membengkak untuk menampung kepentingan semua parpol menempatkan orangnya di kabinet.
Sudah rahasia umum, bahwa pembengkakan itu adalah langkah "bagi-bagi" manfaat politik dan ekonomi. Risikonya, dana pemerintah makin berputar di lapisan atas dan tengah, yang potensi daya belinya sulit diakses oleh "pelaku usaha yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menembus pasar berpenghasilan menengah dan atas", yang jumlahnya sangat banyak.
Jika keputusan politik itu tak dibarengi langkah teknis hingga tingkatan kecamatan dan desa untuk memastikan dana menyebar secara merata di lapisan bawah dan naiknya kemampuan usaha mikro dan kecil menembus pasar lapisan di atasnya, maka persoalan-persoalan sosial potensial meluas lebih cepat lagi.
Elit politik dan para politisi di daerah perlu secara jernih, dengan bijak, dan tegas harus melakukan semua tindakan agar kesenjangan tak makin tinggi, harus dikembalikan pada rel-nya, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Firman Rosjadi, anak bangsa Indonesia.