Politik Kita dan Sekolah Kehidupan

Oleh: Nur Iswan (Youtuber/Member Board of Advisors INDOPOL)

Istilah Sekolah kehidupan sesungguhnya sudah lama ada. Jadi sesungguhnya tak terlalu istimewa. Apalagi buat rakyat seperti kita. Bahkan, “jamaah Maiyah” Emha Ainun Nadjib sangat terbiasa dengan idiom ini. Sekolah kehidupan atau Universitas Kehidupan amat sangat kita hayati dan selami.

Nah, dalam beberapa hari terakhir, “mantra” ini menjadi populer. Untuk itu, kita berterima kasih kepada Surya Paloh, Ketum Nasdem yang mengangkatnya ke arena atau panggung politik. 

Secara terbuka, Ia meminta agar Anies Baswedan untuk belajar di Sekolah Kehidupan, tepat pada saat mengumumkan pembatalan Anies sebagai Bacagub di Jakarta oleh Nasdem. Pernyataan yang benar adanya.

Anies — juga kita semua belajar beneran. Termasuk Surya Paloh sendiri. Betapa tidak? Kehidupan politik seperti Roller-Coaster. naik-turun dengan cepat. Sedih-bahagia bergonta-ganti seketika. Tak terkendali. Ya, kita semua memasuki “gerbang Sekolah Kehidupan” yang sejati. Tanpa terkecuali.

Pasca partai politik diborong untuk mendukung Ridwan Kamil (kecuali PDIP dan beberapa Partai Non Parlemen), lantas disusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengejutkan. Eh, Baleg DPR RI mendadak-dangdut menganulirnya. Esoknya, RUU Pilkada hasil Panja di Baleg tersebut rencananya diketok palu alias disahkan.

Tapi skenario alam semesta bergerak dan Berbalik arah. Arus sejarah tak bisa lg dibendung. Jadi Ini bukan soal PDIP atau Anies, tapi soal ini hati publik yang terluka. Mungkin selama ini publik agak “maklum”. Mengalah. Tapi ketika sudah agak keterlaluan maka yang netral dan apatis pun tersentak. Tergerak. Kali ini harus kita Lawan! (Dalam hati mereka). 

Tak ada yang menduga bahwa tiba-tiba kemarahan publik meluas. Ada Viral “siaran darurat” atau “Peringatan Darurat” dengan latar garuda biru. Seluruh rakyat dari berbagai unsur, elemen dan latar belakang tak bisa lagi diam. Mereka marah, bahkan teramat marah terhadap skenario pembangkangan konstitusi ini. Ribuan orang serentak turun tangan. Enough is enough!

Di titik-titik wilayah negeri, alarm seperti menyala. Intelejen semua angkatan pasti menangkap kegelisahan itu. Apalagi Kepolisian dan BIN. Amarah massa tak bisa dibendung. Diam bukan lagi pilihan, Turun ke jalan atau menyuarakan protes dan keresahan adalah menjadi kewajiban. Kesombongan kekuasaan untuk mengotak-atik putasan MK jadi rontok seketika, diterjang massa. Pertanyaannya, siapa yang bisa menggerakan ini semua? Jika bukan kuasa Illahi.

Syukurnya, elite DPR dan Pemerintah insyaf dan bertindak cepat. Nampak mengikuti arus sejarah. Menunda dan kemudian membatalkan Rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. Istana, DPR, MK dan KPU mencoba mendinginkan suasana. Ikhtiar meyakinkan dan memulihkan trust rakyat bahwa mereka semua bersetia terhadap Putusan MK yang final
Binding.

Konon, Senin esok tanggal 26 Agustus 2024, KPU akan “sowan konsultasi” ke Komisi 2 DPR RI. Draft PKPU sudah diluncurkan. Ahmad Doli Kurnia (F-PG) yang kebetulan menjabat Ketua Komisi 2 pun juga telah “menjamin” bahwa DPR bersama KPU akan taat dan mengakomodir Putusan MK tersebut. 

Tetapi, ingatlah, esok selalu menjadi misteri. Sang waktu-lah yang pada akhirnya akan menjawab. Rakyat bersaksi dan menunggu bukti. Bukan janji. Dan kita setia menantinya esok hari.