Profesionalisme dalam Penyembelihan Qurban

Memang Idul Adha telah lewat, tetapi masaah penyembelihan hewan qurban tetap layak diperbincangkan. Apa yang akan penulis bahas yaitu pemilihan cara penyembelihan di dua negara satu di negara yang non-Islam yaitu Autralia dan di negara kita yang banyak Islamnya, sehingga dikenal hewan qurban. Kita sebaiknya mengikuti mana yang dianggap baik, makanya penulis ajukkan setidak-tidaknya dua negara saja.

Di Australia, yang penulis bahas ini adalah penyebelihan sehari-hari tetapi ada yang bisa ditiru, tetapi ada juga yang tidak. Hewan ternak itu diantrekan oleh pembantu jagal di rumah potong hewan (RPH). Tidak semua RPH mengenal apa itu daging haram/halal, hanya yang mengenalnya yang memisahkan antara hewan yang haram dan yang halal. Bila RPH yang mengetahui apa itu halah dan haram, maka jagalnya akan berbeda. Para jagal yang muslim yang akan menangani. Demikian juga waktunya berbeda, karena penangannya memerlukan cara yang beda. Penyimpanannya yang dilakukan, karena ada proses penirisan, juga beda. Waktu kirim ke agen-agen juga tenaga pengangkutnya juga berbeda, karena hanya muslim yang paham. Tetapi pengiriman ke agen-agen dilakukan dengan mobill pengangkut yang sama. Apa itu boleh, kita hanya bisa mengikuti. Hanya saja, secara garis besar proses penyembelihan sama. Itulah sebabnya di toko-toko ada disebutkan jual daging halal.

Namanya RPH pasti tepatnya tertutup, sehingga hewan yang akan disembelih tidak tahu kalau dia akan mati. Dengan demikian, kalau dia bisa bernyanyi dia akan menyanyi karena tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya. Kemudian hewan ternak itu dipingsankan (stunning). Stunning ini diperkenankan, asalkan tujuannya baik yaitu tidak membuatnya mati, memudahkan pemotongan/penyembelihan, tidak membuat hewan tersiksa, serta tidak dilakukan bersamaan dengan hewan non-halal. (harap baca MUI nomer 12 tahun 2009). Para jagal melakukan hal ini (stunning) dengan tujuan pekerjaan mereka lebih cepat pemrosesannya, karena kalau tidak hewan itu bisa berontak sehingga pekerjaannya semakin lama. Tetapi menurut dokter hewan Unair, bila dipingsankan darah itu tidak bisa lancer mengalir/keluar dengan deras. Ini yang berbahaya bagi orang-orang muslim yang makan dagingnya.

Setelah disembelih, ternak itu dikuliti sehingga menjadi karkas. Karkas itu lalu ditiriskan agar darahnya hilang. Memang darah bukan barang haram (karena hanya negara-negara Islam yang mengenal haram/halal). Tetapi karena darah itu mengandung banyak kuman, maka di sekolah-sekolah diajarkan untuk tidak makan/minum darah. Hal inilah yag menyebabkan darah di sana tidak dimakan/dimunum. Setelah darahnya tiris, yaitu setelah  darah habis karena ditiriskan, barulah dibagikan ke pedagang-pedagang penerus (agen-agen) untuk diteruskan kepada kosumen. Maka anggapan bahwa dagingnya  adalah baik. Andai di kita karena prosesnya halal tentunya inilah halalan wa toyiban. Tetapi karena peneyembelihan biasa dan karenanya tidak halal. Itulah yang terjadi secara umum di Australia.

Sedangkan di negara kita yang banyak muslimnya, prosesnya beda, beda karena di Indonesia yang penulis bahas ini adalah proses ternak qurban, dibandingkan Australia yang penyembelihan se hari-hari pasti beda. Tetapi perbedaan itu ada yang ditiru, bila ada yang bisa ditiru, kenapa tidak. Ada tiga hal yang menurut penulis bisa ditiru, yaitu tentang pertama bahwa dilakukan orang yang jagal (jadi bukan asal ahli). Ke dua yaitu proses yang tertutup dan ke tiga tentang stunning (pemingsanan). Yang ke tiga inilah yang perlu dipikirkan secara lebih serius, perlu atau tidak.

Di kita pertama bukan jagal, tetapi orang yang pekerjaannya memang penyembelih (karena ahli). Itulah yang dimaksudkan penulis tentang professional yang perlu ditiru, karena di kita memang bukan pekerjaannya sehari-hari adalah jagal, tetapi karena dia ahli (tetapi kalau bisa secara professional, mengapa tidak). Jadi inilah harapan penulis, bila bisa bukan hanya ahli tetapi memang perkerjaannya sehari-hari adalah jagal.

Ke dua, proses yang istilahnya tempat tertutup memang tidak ada, karena kita hanya sesaat, sewaktu Idul Adha (qurban) saja, setelah itu yang biasa lagi. Tetapi kalau mau kan bisa ditutup dengan kain, meski hanya sementara. Bagi orang yang tidak bisa melihat darah, hal ini membuatnya tidak berani melihat. Seperti hewan yang dikatakan penulis bila tidak tahu apa yang akan terjadi, bila hewan tersebut bisa bernyanyi, maka dia akan menyanyi. Maka tempat tertutup sebaiknya diusahakan oleh panitya.

Ke tiga yaitu stunning (pemingsanan hewan), hewan yang akan disembelih itu dipingsankan terlebih dahulu, kemudian ditiriskan (dibiarkan sehari semalam), karena hal ini tidak kita lakukan. Bayangan penulis daging itu kan masih mengandung darah, yang penulis tahu di negara-negara Islam dikenalkan haram dan halal. Darah adalah barang haram, sehingga harus dihindarkan/ditinggalkan, tetapi malah kita makan.  Di kita karena hal ini tidak dilakukan (pemingsanan/stunning), maka hal ini tidak ada. Jadi setelah disebelih dan darahnya tidak mengalir lagi, karena dianggap sudah tiris, maka langsung dibagikan. Kalau dianggap hal itu terjadi, karena darah akan mengalir keluar semuanya maka anggapan penulis adalah tidak benar. Jadi setelah disembelih langsung dikuliti, kemudian ada yang ditimbang beratnya, ada pulang yang dipotong-potong baru ditimbang beratnya. Jadi setelah disembelih bisa langsung dibagikan dagingnya, terutama karena daging akan dibagikan ke para fakir/miskin serta kepada para penyedekah.

Itulah proses di kita, maka disini penulis hanya bisa berharap kalau bisa profesionalisme itu menyebar ke kita dan berharap mereka yang membidangi ikut memberi perhatian dengan membuat sertifikasi. Kita contoh negara Australia atau tidak (marilah kita pikirkan mana yang lebih baik, apa kita contoh negara Autralia atau tidak).

Prof Tjiptohadi Sawarjuwono, Ph.D., Guru Besar Emeritus Akuntansi FEB Unair Surabaya