Selamat Datang Wakil Rakyat Anti Rakyat Kecil: PSI Jakarta
Sebuah kendaraan mewah yang menyerobot trotoar di depan kantor PSI, Jakarta, yang sempat viral di dunia maya. | Foto: Istimewa

Oleh: Usamah Abdul Aziz *)
 

Wajar saja bila Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus mencari panggung. Sebagai partai baru, harus ada sesuatu yang terus mereka gaungkan agar bisa dikenal banyak orang. Soal benar atau tidak, PSI tidak akan ambil pusing. Yang mereka butuhkan adalah ketenaran, bukan kebenaran. Coba saja simak berbagai isu yang mereka lempar ke publik. Hampir tidak ada yang benar, seperti memfitnah Pemprov DKI menghapus pajak PBB di bawah 1 Milyar atau Pemprov DKI meniadakan layanan keluhan masyarakat di Pendopo Balaikota, kedua isu ini fitnah dan sampai sekarang mereka tidak pernah pula meminta maaf.  

Terlebih baru-baru ini mereka menuduh Gubernur bahwa banyaknya PKL adalah bukti gagalnya mengatasi pengangguran, sungguh suatu pemikiran yang lucu dan aneh bin ajaib 

PSI Jakarta kini memiliki satu fraksi di DPRD. Ini kabar bagus bagi mereka dan konstituennya. Tetapi, ini justru menjadi kabar buruk bagi sebagian besar warga Jakarta, terutama wong cilik.

Dari sekian banyak isu penting di Jakarta, PSI melalui wakil rakyatnya menggugat satu ayat dalam Perda yang membolehkan Gubernur menata dan mengelola Pedagang Kaki Lima. Dengan dihapusnya ayat tersebut, maka kegiatan usaha rakyat kecil di beberapa ruang menjadi ilegal. Padahal, Pemprov DKI melihat masalah ini dari kacamata rakyat kebanyakan. Bukan menggusah mereka seperti hama, tetapi menghargai mereka dengan mencari jalan tengah. 

Sudah menjadi program dan keinginan Pemprov DKI untuk terus memberikan kenyamanan bagi warga bisa menikmati jalanan di Jakarta dengan trotoar yang baik dan indah. Di banyak titik Jakarta, trotoar sudah bagus dan memberikan kenyamanan kepada pejalan kaki. Kalau kita sering berjalan di trotoar sepanjang Sudirman-Thamrin, kita akan mendapati kenyamanan. Di beberapa titik ada pula spot budaya yang memberikan para pejalan untuk menikmati waktu di kala sore atau malam hari selepas bekerja, dan hal tersebut akan menjalar ke wilayah lain.

Tetapi, di sisi lain, masih ada PKL yang berjualan di sana-sini, hal ini tidak terlepas dari besarnya jumlah warga yang membutuhkan makanan dengan harga murah. Menghadapi hal ini, Pemprov DKI tidak akan main kayu. Tidak seperti rezim Pemprov DKI era Ahok. Pemprov DKI rezim Anies meyakini bahwa trotoar bagus dan PKL bisa ditata. Kedua hal ini harus bertemu di tengah. Bukan saling meniadakan. Logika PSI adalah meniadakan. Dan ini mematikan Peluang yang kecil.

Seperti Pemprov DKI membangun skybridge Tanah Abang untuk mencari jalan tengah mengatasi PKL di sana. Ini menjadi jalan bagus dan bisa bertahan lama karena tidak mengganggu pejalan kaki dan para PKL juga mendapatkan tempat yang sangat layak untuk mereka berjualan. 

Dalam mengatasi ini, keberpihakan Pemprov DKI kepada PKL dan pejalan kaki. Keduanya bisa bersinergi, seperti yang terjadi di Skybridge Tanah Abang. 

Tapi sayang, PSI Jakarta memilih untuk mematikan PKL yang menjadi sumber penghidupan sebagian besar warga. 

Menggusur PKL dari trotoar, untuk mereka bisa memarkirkan mobil mewah yg tak bayar pajak dan bus mewah tuk mendukung kepentingan mereka.

Selamat datang PSI di DPRD Jakarta; rakyat Jakarta kebanyakan, siap-siap untuk kembali tertindas dengan gaya masa lalu karena wakil rakyat yang ini, kini jelas-jelas anti-rakyat dan erat dengan konglomerat.

*) Penulis adalah Ketua Relawan Jakarta Maju Bersama