Tarawih Akbar di Istiqlal: Titik Temu Ulama-Umara-Rakyat
Suasana salat tarawih saat pelaksanaan Tarawih Akbar di Masjid Istiqlal. Foto: Istimewa

Oleh: Qusyaini Hasan*

Malam itu, impian itu pun terwujud. Rakyat bisa lebih mendekatkan diri pada pemimpin pemerintahannya, juga dengan ulama

Baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengadakan salat tarawih akbar di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 26 Mei 2018. Diawali dengan buka puasa bersama, tawarih yang dihadiri ratusan ulama dan puluhan ribu warga DKI Jakarta ini berlangsung semarak.

Dalam acara salat tarawih ini, Pemprov DKI Jakarta juga turut mengundang Ketua MUI DKI, Ketua PMI DKI, Kakanwil Kementerian Agama DKI, dan tokoh ulama Jakarta. Seluruh lapisan masyarakat Jakarta pun hadir menyemarakkan acara ini.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang hadir di tengah-tengah para ulama dan warga ibukota berharap dengan digelarnya salat tarawih akbar ini baik ulama dan umat dapat menjalin silaturahmi.

"Tarawih akbar ini kita berharap baik para ulama maupun umat, semua berkumpul bersama, merasakan silaturahmi, bertemu semuanya. Karena selama bulan Ramadhan di Jakarta itu seluruh kegiatan di masjid-masjid sangat ramai," kata Anies.

Momentum inilah yang diharapkan menjadi kesempatan bagi semua kalangan, baik pemerintah (umara), ulama, serta rakyat untuk makin mengikatkan silaturahmi. “Ukhuwah di antara kita terjaga dan insyaallah ini menjadi bagian dari tradisi baru yang ingin kita sama-sama wujudkan di Jakarta, betapa kehadiran umat Islam, apalagi di bulan suci Ramadan, menghadirkan suasana kedamaian, ketenteraman," kata Anies.

Bayangkan, dalam kegiatan keagamaan ini, semua hadir dan bergumul tanpa sekat. Salat tarawih di Istiqlal menjadi pintu silaturahmi bagi seluruh warga Jakarta. Seluruh warga DKI Jakarta tanpa terkecuali, dari lima wilayah yang terdiri dari 44 kecamatan dan 257 kelurahan berkumpul saling merekatkan.

Terus terang, sejak lama kita mendambakan sebuah momentum di mana pemerintah turun lansung dan berbaur dengan warga atau rakyatnya dari semua lapisan. Malam itu, impian itu pun terwujud. Rakyat bisa lebih mendekatkan diri pada pemimpin pemerintahannya, juga dengan ulama atau tokoh-tokoh agamanya yang selama ini hanya bisa dilihat di layar kaca.

Inilah momentum di mana baru pertama kali pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta, memfasilitasi seluruh warganya dari semua lapisan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, sekaligus menjadi kesempatan bagi warga untuk merasakan semangat persaudaraan bersama pemimpinnya.

Patut kita syukuri, ternyata Anies ingin menjadikan tawarih akbar ini akan menjadi acara tahunan, tepatnya setiap sabtu kedua di bulan Ramadan. Jadi lokasinya di Jakarta dan menjadi hajatan rutin warga Jakarta. Inilah yang akan menjadi tempat berkumpulnya lebih lebih mungkin 200-250 dari para ulama.

Yang menarik, acara salat tarawih bersama ini diawal dengan buka puasa bersama. Kali ini, Pemprov DKI Jakarta turut menyediakan 30 ribu paket buka puasa untuk jemaah yang datang. 

Menurut informasi yang saya dapatkan, dana penyelenggaraan buka puasa bersama dan tarawih akbar ini didapatkan dari iuran atau sumbangan dari sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Itu artinya, kegiatan keagamaan ini sama sekali tak menjadi beban APBD.

Sebelumnya diketahui, salat tarawih akbar ini sempat direncanakan akan diselenggarakan di Monas. Berbagai aspek mulai dari imam, panitia, hingga pengamanan sudah disiapkan. Namun, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Nafis menyarankan agar salat tarawih sebaiknya tidak dilakukan di Monas.

Menurutnya, lebih baik salat tarawih tetap digelar di Masjid Istiqlal yang merupakan simbol kemerdekaan, kesatuan, dan ketakwaan. Cholil juga mengajak Pemprov DKI berpikir sehat menggunakan logika kebangsaan dan keagamaan.

Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin angkat suara terkait rencana Pemprov DKI menyelenggarakan salat tarawih di Monas. Ma'ruf Amin menyarankan Pemprov menggelar salat tarawih di masjid.

"Kami tidak tahu maksudnya apa, tujuannya apa, ya kan harus ada tujuannya karena saya tidak tahu motifnya apa, kalau saya sih sebagusnya tarawih itu di masjid," katanya.

Mendengar aspirasi tersebut, tanpa banyak pertimbangan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mematuhi rekomendasi dari MUI dan Ormas Islam untuk memindahkan salat tarawih akbar di Monas ke masjid. Anies memindahkan salat tarawih itu di Masjid Istiqlal."Kami dalam ibadah merujuk pada ulama. Salat tarawih akan tetap jalan pada 26 Mei di Masjid Istiqlal," kata Anies.

Begitulah. Karena itu, sepatutnya kita memberikan apresasi pada pemimpin pemerintahan yang memiliki niat baik untuk menyatukan warganya tanpa terkecuali. Sikap Anies yang begitu aspiratif dengan memindahkan lokasi tawarih akbar ke Masjid Istiqlal sesuai anjuran ulama adalah potret akurnya Ulama (Pemimpin Ummat) dan Umaro (Pemimpin Pemerintahan). (*)

*Penulis adalah seorang jurnalis