The Prabowo's Way

Oleh: Nur Iswan, Senior Advisor IndoPolicy & Business Review (IPBR)

Kita sudah terlalu lama mempunyai pemimpin yang terlalu santun. Sopan dalam berkata-kata. Bahkan saking santunnya, kadang kita tidak bisa menebak agendanya. Dan tertipu. Tak bisa menduga kepentingan diri, keluarga dan ambisi kelompoknya. 

Jadi, perlu juga Indonesia punya pemimpin yang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling. Yang ringan menyebut "monyet-monyet". "Maling-maling". Dan juga "ndablek-ndablek" serta "raja kecil".

Kita harus bersiap dan sekaligus terbiasa untuk itu. Karena Itulah gaya dan cara memimpin Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia ke-8. Sangat terus-terang. Tidak pura-pura. Tanpa banyak kemasan. Khas.

Prabowo sangat merindukan persatuan. Kerjasama. Kekompakan. Guyub-rukun. Sangat menginginkan harmoni. Ia menyebutnya "demokrasi khas Indonesia."

Selain itu, ada hal yang sering diulang-ulang oleh Prabowo. Yakni perihal Rakyat. Soal ini, ia sangat sensitif.  Di beberapa  kesempatan, ia menegaskan "Saya siap mati membela rakyat!". 

Di HUT Gerindra kemarin, dengan lantang dan tersurat mengatakan ia tidak ingin mengecewakan kepercayaan yang telah diberikan rakyat kepadanya. "Saya, kalau mengecewakan kepercayaan rakyat, saya malu untuk maju lagi,” tegasnya.

Ada nada ketulusan didalamnya. Ada pesan kesungguhan. Tapi ia tak boleh marah juga, jika hal itu dianggap sebagai retorika. Lebih ekstrim lagi, jika dianggap it is a political gimmick only.

Bukankah dalam politik, ujian dan pembuktian terletak pada realita atau tindakan nyata di ruang waktu. Pembaca maupun pelaku politik akan melihat fakta. Juga data. Meneropong Tindakan. Dan kebijakannya. Bukan sekedar melihat dan percaya kata-kata. Atau kalimat demi kalimat.

Jadi, ujian untuk 08 - begitu ia biasa disapa -- adalah pembuktian antara kata-kata dan perbuatan. Selaras antara retorika pidato dengan riil kebijakannya. 

Rakyat sudah mendengar pesan yang disampaikan 08. Dengan cara dan gayanya yang khas. Dan jika survey menjadi patokan, rakyat percaya dengan Narasi kebijakan 08. Tak heran approval rating Pemerintahan Prabowo lebih dari 80%. 

Itu artinya, rakyat mendukung dan memberi kesempatan serta menaruh kepercayaan besar kepadanya. Dalam bahasa jawa: "mung karep". Atau tinggal maunya apa? Semua agenda kebijakan bisa dilaksanakan.

Tapi, dibalik itu, rakyat dan juga netizen memiliki logika sendiri. Pandangan Rakyat tak bisa didikte atau dikendalikan dengan sepenuhnya. Rakyat akan terus menanti, memantau dan  bahkan mengevaluasi kebijakannya. 

Rakyat sadar, mereka tak boleh terlalu berharap dan tergantung kepada Partai Politik di Senayan. Bukankah mayoritas Parpol di Parlemen merupakan bagian dari Pemerintahannya? Jadi, pasti mendukung penuh 08.

Namun, rakyat boleh dan memang sudah seharusnya menaruh harapan kepada anggota DPR. Anggota DPR penting diajak kerjasama untuk terus adil dalam bersikap. Jika pemerintah benar, dukung. Jika salah maka pantas dikritik dan berilah saran terbaik.

Nah, kembali ke Rakyat. Realita kekuatan masyarakat memang tak bisa dan tak boleh dipandang remeh. Dan ini disadari betul oleh 08. 

Baru beberapa saat ia terpilih, gelombang protes putusan MK membesar. Belum lama dilantik, viral kasus pedagang es teh. Disusul Kholid dan Pagar Laut. LPG 3 kg. Vonis 6.5 tahun kasus timah. 

Terakhir, gagal tafsir dan lemah komunikasi publik beberapa Menteri atas niat efisiensi anggaran. Alih-alih berbuah persepsi positif, beberapa Menteri malah membangun persepsi negatif di masyarakat.  Misalnya malah berbuah PHK, blokir anggaran dan potensi kenaikan UKT. 

Menariknya -- dengan gaya dan cara khasnya 08 -- ia cepat bertindak. Ia membatalkan rencana pengesahan batas usia Cakada. Menegur Gus Miftah hingga akhirnya mundur. Segera membongkar  pagar laut. Membereskan  antrian LPG 3 kg. Jaksa banding, Vonis 6.5 tahun jadi 20 tahun. Dan terakhir, bersama Menkeu "terpaksa" turun gunung. Menghalau persepsi negatif dan menjelaskan langsung soal efisiensi.

Ini baru episode awal. Jalan masih panjang menuju 2029. Dan rakyat akan terus memantau perkembangan Pemerintahan 08. Jika baik dan benar kebijakannya, pasti disqmbut meriah. Tapi jika kebijakannya aneh, ajaib dan kurang tepat maka pasti rakyat akan mengkritisi dengan "meriah" juga. 

Jangan sampai rakyat membatin. Jangan sampai netizen menulisnya dengan satire: "Ah, ternyata hanya omon-omon saja". Istilah yang dipopulerkan sendiri oleh 08. Semoga tidak, bukan?