
Anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, menyampaikan keprihatinan dan mempertanyakan langkah Kejaksaan Tinggi Maluku yang menerapkan restorative justice (RJ) dalam kasus penyalahgunaan narkotika.
"Ada informasi awal bulan Mei, Kejati Maluku bersama jajarannya, Kejari Ambon, berhasil menghentikan penuntutan perkara narkotika berdasarkan keadilan RJ. Penyalahgunaan narkotika ini masih asing di telinga saya, Pak," ujar Aboe Bakar dengan nada tegas pada saat rapat antara Tim Kunjungan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI dengan Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Irjen Pol. Eddy Sumitro Tambunan beserta jajaran, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo beserta jajaran dan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku, Brigjen Pol. Deni Dharmapala, di Markas Kepolisian Maluku, Kota Ambon, Provinsi Maluku, Rabu (28/05/2025).
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan bahwa kasus narkotika seharusnya tidak menjadi objek kebijakan restorative justice . Menurutnya, pendekatan tersebut lebih tepat diterapkan pada perkara seperti konflik keluarga, warisan, atau perkelahian kecil.
"Apa memang perkara itu layak di-RJ, Pak? Narkotika layak gak di-RJ? Ini penting nih. Kalau menurut saya narkoba itu tidak ada RJ. Timpa hukum! Kalau memang layak hukum besar, besarin. Jangan kasih hati kalau narkoba, Pak," tegasnya.
Aboe Bakar juga meminta agar Kejaksaan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan hukum yang menyangkut penyalahgunaan narkotika. Ia khawatir penerapan restorative justice dalam kasus-kasus seperti ini dapat memberi ruang bagi pelaku untuk menghindari sanksi tegas, sekaligus memberi pesan keliru kepada masyarakat.
"RJ itu kalau masalah keluarga, masalah warisan, masalah berantem atau apa. Tapi kalau narkotika, RJ apa urusannya?" tutupnya.
Sebelumnya berdasarkan pemberitaan yang dirilis Antara News Ambon pada tanggal 9 Mei 2025, Kejaksaan Tinggi Maluku bersama jajarannya Kejari Ambon menghentikan penuntutan satu perkara narkotika berdasarkan keadilan restoratif yang diajukan kepada Direktur B pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Ardy, menjelaskan, penghentian penuntutan perkara ini didasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik dan tersangka positif menggunakan narkotika. Kemudian berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
Tersangka juga tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berdasarkan hasil asesmen terpadu, tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalahgunaan narkotika. Kemudian tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.