
Ilustrasi | Foto: istimewa
JAKARTA - Dalam sidang Mahkamah Konstitusi terkait pengujian materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Tim Kuasa Hukum DPR RI, I Wayan Sudirta, menyampaikan penegasan bahwa perubahan pengaturan mengenai kolegium dalam UU Kesehatan merupakan langkah strategis untuk memperkuat sistem kesehatan nasional, bukan sebaliknya.
Menurut Wayan, ketentuan Pasal 270 dan Pasal 272 UU Kesehatan yang menjadi objek uji materi, khususnya terkait posisi kolegium, justru memberikan dasar hukum yang lebih kuat serta independensi yang lebih jelas kepada lembaga tersebut.
“Kolegium dalam UU Kesehatan yang baru tidak lagi berada di bawah organisasi profesi, melainkan menjadi bagian dari alat kelengkapan Konsil Kesehatan Indonesia. Ini untuk memastikan bahwa kolegium dapat menjalankan fungsi akademik dan profesionalnya secara independen, khususnya dalam penyusunan standar kompetensi dan kurikulum pelatihan tenaga medis dan tenaga kesehatan,” ujar I Wayan Sudirta di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Jumat (16/5/2025).
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa perubahan ini telah dirancang secara sistematis melalui Naskah Akademik RUU Kesehatan. Pemerintah dan DPR secara sadar memisahkan antara kolegium dan organisasi profesi untuk menghindari potensi konflik kepentingan, serta menjamin objektivitas dan kualitas dalam sistem pendidikan dan pengembangan SDM tenaga kesehatan di Indonesia.
Berdasarkan UU Kesehatan juncto PP Nomor 28 Tahun 2024, kolegium kini memiliki peran yang diperluas sebagai pengarah, pembina, dan penentu kebijakan pendidikan profesi. Kolegium ditugaskan menyusun standar kompetensi, kurikulum pelatihan, serta pengembangan cabang disiplin ilmu kedokteran dan kesehatan.
Salah satu poin penting dari perubahan ini adalah proses pembentukan kolegium yang kini dilakukan secara lebih demokratis dan terbuka. Anggota kolegium dipilih melalui mekanisme voting oleh seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan, dan seleksinya melibatkan panitia dari berbagai unsur, termasuk akademisi dan praktisi.
“Ini adalah bentuk keterbukaan dan pelibatan aktif seluruh unsur profesi medis dalam proses pembentukan kolegium. Dengan penguatan ini, kolegium akan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk memastikan kualitas dan daya saing tenaga medis nasional,” tegasnya.
DPR RI juga menepis kekhawatiran para pemohon yang menyatakan bahwa perubahan posisi kolegium berpotensi menimbulkan kerancuan. Sebaliknya, DPR melihat bahwa penataan ulang kolegium merupakan bagian dari rancang bangun baru sistem kesehatan Indonesia yang lebih terstruktur, transparan, dan berorientasi pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
“Para pemohon tampaknya belum sepenuhnya memahami bahwa UU Kesehatan 17/2023 merupakan reformasi menyeluruh, termasuk dalam memperkuat peran negara dan masyarakat dalam pengembangan sistem kesehatan nasional,” tutupnya.
Dengan demikian, DPR RI menegaskan bahwa perubahan pengaturan kolegium dalam UU Kesehatan bertujuan meningkatkan profesionalisme, akuntabilitas, dan kualitas pendidikan tenaga medis di Indonesia, serta menjamin keberlangsungan sistem kesehatan nasional yang lebih adaptif dan berdaya saing global.