Komisi VIII: Izin Pengumpulan Donasi Bencana tidak Boleh Hambat Solidaritas Warga!
Sekdaprov Jatim Adhy Karyono saat mengecek bantuan yang akan dikirimkan ke wilayah terdampak banjir di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. ANTARA/HO-BPBD Jatim

JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania menegaskan bahwa persyaratan izin penggalangan dana untuk memberi bantuan bagi korban bencana tidak boleh sampai menghambat solidaritas warga. Di fase tanggap darurat atas bencana yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, prinsip kemanusiaan menuntut kecepatan. Pernyataan ini ia lontarkan menyikapi imbauan Menteri Sosial Saifullah Yusuf tentang kewajiban izin untuk penggalangan dana.

"Dalam keadaan darurat, yang utama adalah menyelamatkan nyawa. Maka, mekanisme izin harus disesuaikan, dipermudah, dan jangan menghambat penyaluran bantuan,” ungkap Dini di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).

Politisi Fraksi Partai NasDem itu juga mengungkapkan, kewajiban izin tersebut diatur dalam UU No. 9/1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, dan aturan turunannya tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial No. 8/2021. Namun, dia menyampaikan bahwa berbagai analisis dan kebijakan dari sektor filantropi menilai, mekanisme perizinan saat ini dirasa sering kurang responsif terhadap situasi bencana, termasuk lamanya proses perizinan, juga risiko kriminalisasi relawan.

Dini menyebut UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Presiden No. 75/2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana yang menekankan bahwa pendanaan bencana harus tersedia tepat waktu dan tepat guna. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan skema pengecualian prosedur izin atau mekanisme notifikasi cepat bagi penggalangan dana darurat, dengan kewajiban pelaporan setelahnya. Menurut dia, relawan, komunitas, dan organisasi filantropi dapat bergerak cepat risiko kriminalisasi.

Lebih lanjut, Dini mengingatkan kepada sejumlah pemerintah daerah yang terdampak bencana untuk mengelola alokasi Rp4 miliar dari Presiden secara cepat, terukur, dan transparan, mengacu pada mekanisme penanggulangan bencana nasional.

"Pemda wajib memastikan dana ini benar-benar untuk kebutuhan darurat masyarakat: logistik, naungan, layanan kesehatan, dan akses dasar. Pengelolaan harus cepat, namun tetap akuntabel,” ungkapnya.

Dalam kerangka hukum penanggulangan bencana (UU 24/2007) dan operasional pendanaan (Perpres 75/2021), menurut dia, BNPB memiliki peran koordinasi dan dapat membantu verifikasi kebutuhan, prioritas lokasi, serta prosedur teknis penyaluran dana bersama agar sesuai standar penanggulangan bencana nasional.

 "Kita semua satu tujuan; menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan warga, dan memulihkan kehidupan. Pemerintah harus memastikan pengaturan hukum tidak menghalangi kedermawanan rakyat-tapi pada saat yang sama menjamin akuntabilitas," kata dia.

Sebelumnya, Mensos pada Selasa (9/12/2025) menjelaskan, pada dasarnya siapa pun boleh mengumpulkan donasi, baik perorangan maupun lembaga, tetapi sebaiknya mengikuti ketentuan dengan mengajukan izin terlebih dahulu. Izin tersebut dapat dari kabupaten, kota, atau dari Kemensos langsung. Namun, apabila jumlah donasi kurang dari Rp500 juta, cukup dilakukan audit internal, tetapi laporan harus tetap diserahkan kepada Kemensos.