Anggota DPR RI Kris Dayanti | Foto: istimewa
JAKARTA - Anggota DPR RI Kris Dayanti angkat bicara pasca Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) resmi memutuskan KPU melakukan pelanggaran administrasi mengenai target keterwakilan caleg perempuan sebesar 30 persen.
"Saya menyesalkan pelanggaran administratif KPU tentang keterwakilan perempuan sebesar 30 persen dalam Pemilu. Padahal keterlibatan perempuan sangat penting untuk menghindari oligarki dalam politik," kata Kris Dayanti dalam siaran pers yang diterima Detak.co di Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Bawaslu diketahui membuat putusan atas Perkara Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang menyimpulkan bahwa KPU secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif Pemilihan Umum (Pemilu). Putusan tersebut atas pelaporan dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan.
Pelanggaran tersebut terjadi karena dalam menetapkan 267 DCT Anggota DPR pada Pemilu 2024, KPU terbukti tidak menegakkan ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam pengajuan daftar calon sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Pelapor juga menganggap KPU melanggar tata cara penerapan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan sebagai calon anggota DPR sesuai ketentuan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945.
Hal ini menyusul aturan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 yang mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima.
Terkait hal ini, KPU pernah berjanji akan melakukan revisi pada aturan tersebut setelah adanya putusan uji materiil dari Mahkamah Agung (MA), namun hingga penetapan DCT tidak juga ada perubahan dari PKPU soal itu.
Perempuan yang akrab disapa KD itu berharap KPU mematuhi keputusan dari Bawaslu yang meminta KPU memperbaiki administrasi tata cara pencalonan DPR RI dengan menindaklanjuti putusan MA.
Selain itu, Bawaslu memberi teguran kepada KPU agar tidak mengulangi perbuatan yang melanggar aturan.
"Keputusan Bawaslu harus dijadikan momentum untuk memastikan bahwa keterwakilan perempuan di arena politik tidak diabaikan," tutur KD.
KD juga menyayangkan lambannya KPU dalam menindaklanjuti putusan MA Nomor 24/P/HUM/2023 terkait penghitungan kuota perempuan di legislatif dengan pembulatan ke bawah karena melanggar UU Nomor 7 Tahun 2017. Padahal putusan tersebut terbit sejak 29 Agustus 2023.
Namun, saat itu KPU hanya memberikan surat kepada parpol untuk mematuhi putusan tersebut. Keterlambatan itu pun berakibat terhadap kesiapan parpol dalam memperbaiki daftar bakal calonnya agar dapat memenuhi kuota keterwakilan perempuan 30 persen.
Menurut Bawaslu, hal ini terbukti dalam DCT anggota DPR RI dari 17 parpol yang jumlah caleg perempuannya di bawah 30 persen.