Saan Mustopa: Tidak Ada Keinginan DPR-Pemerintah Kembalikan Dwifungsi ABRI
Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, dalam acara di Bandung, Jawa Barat, minggu (23/3/2025). Foto: Kresno/vel

JAKARTA - Pembahasan undang-undang terkait jabatan di lingkungan militer masih menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Berbagai pihak menyuarakan kekhawatiran terkait kemungkinan kembalinya dwifungsi ABRI, sebuah konsep yang pernah dominan di era Orde Baru.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, menegaskan bahwa DPR dan pemerintah tetap berkomitmen terhadap supremasi sipil dan profesionalisme TNI.

DPR Pastikan TNI Tetap Profesional

Saan Mustopa menjelaskan bahwa tidak ada keinginan dari DPR maupun pemerintah untuk mengembalikan dwifungsi ABRI.

Ia menegaskan bahwa reformasi yang telah berjalan selama lebih dari dua dekade harus tetap dijaga, termasuk pemisahan peran TNI dan institusi sipil dalam ranah politik.

"Kami tetap menjaga semangat reformasi. Supremasi sipil itu menjadi komitmen utama kami. Tidak ada sedikit pun keinginan dari DPR untuk mengembalikan dwifungsi ABRI. Kami ingin TNI tetap profesional dan fokus pada tugas pertahanan negara," ujar Saan Mustopa di Bandung, Jawa Barat, minggu (23/3/2025).

Menurut Saan, Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tengah dibahas memang menimbulkan pro dan kontra. Namun, ia menegaskan bahwa dalam demokrasi, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Ia juga memastikan bahwa seluruh proses legislasi dilakukan dengan tetap membuka ruang partisipasi publik.

RUU Dibahas Secara Transparan dan Partisipatif

Lebih lanjut, Saan menjelaskan bahwa pembahasan RUU TNI ini telah dilakukan melalui berbagai mekanisme, termasuk konsultasi dengan akademisi, pakar hukum, serta organisasi masyarakat sipil.

Ia juga menegaskan bahwa pembahasan tidak dilakukan secara terburu-buru, melainkan sudah diajukan sejak lama dan melewati berbagai tahapan.

"Banyak undang-undang yang dibahas secara maraton, bukan hanya ini saja. Prosesnya panjang, partisipasi publik tetap dibuka, dan kami berdiskusi dengan banyak pihak, termasuk akademisi dan masyarakat sipil. Jadi, tidak ada yang namanya terburu-buru," ungkapnya.

Meski begitu, ia mengakui bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang masih merasa keberatan dengan beberapa poin dalam RUU tersebut. Namun, Saan menekankan bahwa dalam sistem demokrasi, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh bagi pihak yang tidak puas dengan hasil legislasi.

Judicial Review Jadi Opsi bagi Pihak yang Keberatan

Saan mengingatkan bahwa bagi pihak yang menolak atau tidak puas dengan RUU yang sudah ditetapkan, selalu ada jalur hukum yang bisa ditempuh. Salah satu mekanisme yang tersedia adalah judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika ada kelompok masyarakat yang keberatan, mereka bisa mengajukan judicial review ke MK. Itu adalah hak konstitusional yang kami hormati. DPR tidak menutup ruang bagi siapa pun yang ingin mengoreksi atau menguji undang-undang ini di ranah hukum," jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Ia mencontohkan bahwa dalam sejarah legislasi di Indonesia, berbagai undang-undang pernah diuji di MK, dan hal itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang sehat.

Komitmen Supremasi Sipil Tetap Dijaga

Dengan adanya perdebatan ini, DPR tetap menegaskan bahwa mereka tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI. Komitmen terhadap supremasi sipil dan profesionalisme TNI tetap menjadi prioritas utama dalam setiap pembahasan regulasi terkait militer.

"Yang paling penting, TNI tetap profesional dan fokus di bidang pertahanan. Kami di DPR tetap berkomitmen menjaga supremasi sipil dan prinsip demokrasi yang telah kita bangun bersama," tutup Saan Mustopa.

Seiring dengan perkembangan pembahasan RUU ini, publik diharapkan tetap kritis dan mengikuti setiap prosesnya. Dengan adanya mekanisme partisipasi publik serta jalur hukum seperti judicial review, demokrasi Indonesia terus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional. (eno/rdn)