Saudi Tidak Kasih Toleransi, Timwas Haji DPR Kawal Ketat Cegah Haji Non-Prosedural
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Cucun Ahmad Syamsurijal, saat memimpin rapat koordinasi persiapan Tim Media Pengawas Pelaksanaan Ibadah Haji di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Foto: Tari/vel

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Cucun Ahmad Syamsurijal, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap pelaksanaan Ibadah Haji 2025, khususnya dalam mencegah praktik haji non-prosedural dan menjaga efisiensi anggaran. Hal tersebut disampaikan usai memimpin rapat koordinasi persiapan Tim Media Pengawas Pelaksanaan Ibadah Haji di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Cucun memberikan apresiasi terhadap langkah Konjen RI di Jeddah yang secara aktif mengimbau masyarakat Indonesia agar tidak tergoda menggunakan visa non-haji. Ia menilai tindakan tersebut sangat berisiko dan merugikan jemaah secara jangka panjang.

“Pak Konjen sudah menyampaikan jauh-jauh hari agar masyarakat tidak nekat menggunakan visa selain visa haji. Pemerintah Saudi kini tak memberikan toleransi. Kalau ketahuan, bisa kena denda dan yang bersangkutan bisa diblokir hingga 10 tahun tidak bisa berhaji,” jelasnya.

Dalam evaluasi penyelenggaraan haji sebelumnya, Cucun menilai koordinasi antara pemerintah, DPR, dan mitra terkait sudah semakin baik, termasuk dalam penyesuaian terhadap regulasi baru yang ditetapkan Kementerian Haji Arab Saudi.

“Semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah Saudi langsung kita sinkronkan dengan hasil panja BPIH di Komisi VIII DPR RI. Jadi tidak bisa kalau kita tidak menyesuaikan kebijakan mereka,” tambahnya.

Terkait pembiayaan, Cucun menyebut adanya upaya efisiensi dalam komponen biaya haji. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara dana yang dibayarkan jemaah dengan penggunaan dana nilai manfaat dari BPKH, serta perlunya efisiensi yang terus ditingkatkan.

“Soal biaya, meski ada perbedaan pendapat, kita sudah transparan. Komponennya sudah jelas, dan kita terus berupaya mencari celah efisiensi tanpa mengurangi layanan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Cucun juga menyoroti kebijakan toleransi usia lansia. Ia menyambut baik kelonggaran dari Pemerintah Saudi, namun mengingatkan bahwa aspek kesehatan jemaah tetap menjadi syarat utama.

“Lansia tetap bisa berangkat, tapi harus memenuhi syarat istitha’ah kesehatan. Kalau tidak, bisa jadi beban tambahan asuransi dan risiko lainnya. Ini penting agar tidak menjadi masalah di kemudian hari,” tegasnya.

Ia juga mengapresiasi sinergi antara pemerintah dan lembaga keuangan dalam penyediaan fasilitas bagi lansia dan penyandang disabilitas, seperti penyediaan kursi roda dan pelatihan petugas kloter khusus.

Selain itu, pengawasan akan difokuskan pada pemenuhan hak dasar jemaah seperti pemondokan, makanan, dan transportasi. Cucun juga menyinggung wacana efisiensi durasi masa tinggal jemaah di Tanah Suci untuk menekan biaya.

“Ini akan dibahas dalam revisi UU Haji. Presiden menginginkan efisiensi, termasuk soal transportasi dan akomodasi. Bahkan ada wacana kampung haji Indonesia di Saudi yang semua ekosistemnya dikelola langsung oleh pihak Indonesia,” pungkasnya.