
Ilustrasi | Foto: istimewa
JAKARTA - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Alimuddin Kolatlena mengkritik tajam buruknya pelayanan katering yang diberikan kepada jemaah haji Indonesia, khususnya pascapuncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Ia bahkan menilai kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan perlakuan terhadap narapidana di tahanan.
“Jangan sampai jemaah haji kita diperlakukan lebih buruk dari narapidana. Makanan narapidana saja bisa diberikan tepat waktu. Tapi jemaah haji, ini sampai berjam-jam bahkan berhari-hari tidak dapat makanan. Ini sangat memprihatinkan,” tegas Alimuddin saat mengikuti evaluasi penyelenggaraan Haji 2025 di Daker Madinah, Arab Saudi, Kamis (13/6/2025).
Menurut Alimuddin, kelalaian dalam distribusi makanan pasca-Armuzna mencerminkan kegagalan sistemik dalam pelayanan haji. Ia mengungkapkan, banyak anggota DPR RI yang turun langsung ke sektor-sektor pemondokan dan hotel jemaah, dan hampir semuanya menerima keluhan yang sama: makanan terlambat, bahkan tak sampai ke tangan jemaah.
“Mereka datang ke Tanah Suci bukan untuk diklat, bukan untuk dididik. Mereka datang untuk ibadah yang hanya sekali seumur hidup. Maka sudah sepatutnya mereka dilayani dengan baik, bukan malah disia-siakan,” tambahnya.
Terkait hal itu, Alimuddin juga mempertanyakan mengapa pemerintah kesulitan mencari 3.000 hingga 5.000 petugas haji terbaik dari tanah air yang betul-betul bisa melayani jemaah secara optimal. Menurutnya, benang kusut persoalan haji seharusnya bisa diurai jika seleksi dan pelatihan petugas dilakukan lebih ketat dan terarah.
Di sisi lain, ia berharap fase akhir pelaksanaan ibadah haji di Madinah dapat menjadi penyejuk dan pelipur lara bagi jemaah yang sebelumnya mengalami kesulitan di Makkah.
“Kita harapkan pelayanan di Madinah ini bisa menghapus luka-luka mereka selama di Makkah. Jangan sampai mereka pulang ke tanah air membawa kesan buruk terhadap penyelenggaraan ibadah haji,” pungkas Anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Pada tanggal 10–11 Juni 2025 (14–15 Zulhijah 1446 H), distribusi katering makanan untuk jemaah haji Indonesia di Makkah pasca Armuzna mengalami kegagalan sistemik; beberapa hotel melaporkan jemaah tidak menerima makanan selama berjam-jam hingga berhari-hari.
Penyebab utama adalah gangguan operasional pada sejumlah mitra dapur lokal yang ditunjuk oleh BPKH Limited.
BPKH Limited pun telah menyampaikan permintaan maaf resmi atas keterlambatan layanan konsumsi. BPKH juga menyediakan makanan pengganti seperti nasi bukhari, shawarma, dan makanan siap saji
Memberikan kompensasi tunai kepada jemaah yang terdampak, yaitu 10 Riyal untuk sarapan dan 15 Riyal untuk makan siang dan malam.
Sekitar 20.000 jemaah menerima kompensasi ini, dengan total anggaran mencapai antara 900.000–1,5 juta SAR atau sekitar Rp3,8–6,4?miliar. Penyaluran dilakukan dua skema: langsung di hotel atau melalui rekening bila jemaah sudah bersiap pulang.
BPKH juga melakukan tindakan terhadap dapur bermasalah, termasuk potensi blacklist dan surat peringatan bagi 2–4 mitra yang tidak memenuhi standar.