Rakyat semakin susah kerja, ketimpangan makin terasa dan terjepit beban ekonomi. Elite semakin kaya dan foya-foya dengan fasilitas negara. Kita rasakan bersama aparat dan pejabat tak lagi berpihak melayani rakyat. Tak perlu menunggu lima tahun lagi, saatnya rakyat harus bangkit dan segera mengambil alih kekuasaan.
Korupsi, ketidakadilan, kemiskinan, rezim dinasti dan DPR RI semakin buruk, hedon, dan memprihatinkan. Mencermati perkembangan dan dinamika politik setelah pilpres dan jelang pilkada, gerakan perubahan tampak semakin kuat dan masif.
Kita juga menyaksikan bahwa partai-partai yang ada tidak lagi bisa membawa aspirasi masyarakat dalam menyiapkan pemimpin nasional maupun lokal. Kondisi penegakan hukum yang lemah dan praktik korupsi semakin luas bahkan carut-marut.
Hukum menjadi alat penguasa untuk mengontrol dan menekan para elit parpol yang kotor untuk kekuasaan keluarga. Sebagian besar elite parpol memiliki sandera kasus, sehingga tidak memiliki integritas dan keberanian untuk mengusung calon secara mandiri.
Banyak pihak yang mendorong berdirinya ormas atau partai yang mewadahi agenda perubahan sejak selesainya Pilpres 2024 yang diyakini banyak manipulasi dan kecurangan secara TSM. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana aparat, bansos, BLT, bahkan SIREKAP sudah muncul hasil di saat awal dengan curang dan menjadi alat pemenangan salah satu pasangan.
Anehnya beberapa partai pengusung figur perubahan bisa tergoda, ganti arah dan ingin ikut menikmati kemenangan hasil yang diyakini penuh kecurangan tersebut. Bahkan partai-partai tersebut akhirnya dengan berbagai alasan bergabung dalam KIM Plus yang tentu mengecewakan para kader dan pendukungnya. Beberapa karena tekanan dan tersandera kasus.
Meskipun berdasar survei Anies Baswedan memiliki elektabilitas tertinggi, partai-partai tersebut meski semula menyatakan dukungan, dengan berbagai alasan akhirnya tidak ada yang berani mengusungnya.
Bahkan ketika ada keputusan MK nomor 60 tahun 2024 yang memberikan kesempatan kepada partai yang semula tidak memenuhi syarat menjadi mampu mengusung sendiri, termasuk PDIP pun tetap tersandera.
Apabila saat jelang pilpres dan pilkada, Anies masih keberatan mendirikan partai, hal tersebut wajar karena etika dan fokus kesibukan sebagai pihak yamg diusung. Melihat dinamika dan kenyataan tersebut, sudah saatnya Anies bersama segenap pendukung untuk menyatukan wadah ormas atau partai untuk perjuangan dalam pergerakan perubahan.
Mungkin selama ini kita beranggapan agenda pergantian pimpinan setiap lima tahunan. Hal tersebut tentu tidak tepat. Rasanya kondisi ekonomi dan politik semakin buruk. Pergantian pimpinan nasional bisa kapan saja kalau kondisi tidak sesuai harapan dan rakyat menghendakinya.
Kini saatnya mencabut mandat, kita siapkan bersama gerakan perubahan dan siapkan wadahnya. Kesadaran ini tidak akan terbendung lagi. Saatnya rakyat bangkit, bersama gerakan perubahan bersatu dan menegakkan demokrasi. Kita paham siapa yang pantas memimpin.
Kita tinggalkan partai-partai busuk dan kita songsong bersama lahirnya partai yang sesuai harapan rakyat.
Mari kita dukung dan siapkan pemimpin yang mampu membawa rakyat hidup adil dan sejahtera. Persatuan hanya akan terwujud kalau pemimpinnya mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Dr. Nurmadi Harsa Sumarta
Aktivis senior & akademisi