Kira-kira, partai mana yang paling keukeuh memperjuangkan demokrasi di republik ini? Jika yang menjadi ukuran adalah nama, maka PDIP jawabannya. Tengok saja namanya: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Selain mengandung kata “demokrasi”, juga ada kata “perjuangan”, perfek.
Tetapi, apakah PDIP benar-benar partai pejuang demokrasi atau hanya sekadar memanfaatkan demokrasi sebagai slogan belaka? Sejarah akan mengujinya. Mari kita tunggu hinga besok, Kamis, 29 Agustus 2024 pukul 23.59 WIB.
Mahkamah Konstitusi (MK) yang selama ini dibelenggu oleh rezim presidential threshold (PT) 20%, tiba-tiba punya keberanian hempaskan belenggu itu. Seketika rezim PT itu pun rontok. Para pegiat demokrasi yang telah kehilangan asa, kembali punya harapan untuk melihat demokrasi hadir di negeri ini.
40 juta lebih pendukung Anies yang telah mengutuk PKS lantaran meninggalkannya di Pilkada Jakarta 2024, lalu mengalihkan dukungan kepada PDIP setelah partai besutan Megawati itu, “mengancam” mengusung Anies berpasangan dengan Rano Karno.
Harapan pendukung Anies yang tadinya sudah hampir sirna, menyala kembali. Dimana-mana, mereka mengelu-elukan Megawati dan PDIP sebagai penyelamat demokrasi. Bagaimana tidak? Penjegalan terhadap Anies adalah bukti nyata bahwa demokrasi memang sedang dipasung. Sedangkan mengusung Anies adalah wujud konkrit bagi penyelamatan demokrasi.
Saat tiba paslon pilkada diumumkan, Senin, 26/08/2024, harapan itu makin membuncah. Terlebih setelah Anies dan si Doel Anak Betawi terlihat duduk bareng di sebuah ruangan di Kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro Menteng Jakarta Pusat.
Tetapi apa daya, PDIP ternyata hanya memberi harapan kosong kepada puluhan juta pendukung Anies, lantaran hari itu Megawati tak kunjung mendeklarasikan Anies – Rano. Ada apa? Ada spekulasi yang menyebut bahwa PDIP mendapat ancaman, seperti yang beredar di media sosial.
Mungkin saja ancaman itu benar dan membuat PDIP keder sehingga urung mengusung Anies. Padahal, jika hal itu dilakukan, maka keputusan MK yang tak terduga itu, sebenarnya adalah momentum bagi PDIP untuk membuktikan dirinya sebagai partai pejuang demokrasi.
Tidak hanya itu. Malah PDIP benar-benar akan menjadi partai pemersatu bangsa. Hal itu membuat isu kiri dan kanan tak lagi relevan dipercakapkan. Cebong – kampret, bahkan kadrun, akan menjadi isu basi yang tak laku dijual.
Apakah PDIP benar-benar sebuah partai yang memiliki jati diri sebagai pejuang demokrasi ataukah hanya sebuah partai yang tak bermutu, seperti yang lainnya? Sejarah sedang mengujinya [ym].
Makassar, 28 Agustus 2024
Yarifai Mappeaty