Kronologi Rumah Atalarik Syah Dibongkar karena Sengketa Tanah
Foto: istimewa

JAKARTA - Artis Atalarik Syah mengungkapkan kronologi peristiwa sebelum akhirnya rumahnya dibongkar oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Atalarik menjelaskan semula membeli tanah di kawasan Cibinong tersebut dari PT Sapta Gemilang Indah.

Dia mengaku sebagian tanah yang dibelinya pada 2000 sudah memiliki sertifikat tanah, sementara sebagian lainnya hanya tercatat dalam dokumen Akta Jual Beli.

"Saya mengurus surat dari tahun 2000, dari pembelian tahun 2000. Urus surat, ada yang jadi sertifikat, ada yang belum jadi sertifikat, masih AJB," kata Atalarik di kawasan Cibinong, Jawa Barat.

Kemudian, pada 2002, eks suami Tsania Marwa tersebut berupaya mengurus seluruh surat sertifikat tanah yang dimiliki.

Namun, pada saat proses mengurus legalitas tanah, dokumen penting yakni surat pelepasan hak menghilang.

Sementara diketahui, dokumen tersebut merupakan salah satu berkas penting yang harus ada untuk mengurus sertifikat kepemilikan tanah.

"Dahulu tahun 2000 tuh enggak ada notaris. Jadi, ya semua saya percayakan sama pegawai pemerintah di Kelurahan, Kecamatan, untuk urus semua ini," ungkapnya.

Setelah beberapa tahun tak bisa diurus, seorang pria bernama Dede Tasno melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Cibinong untuk mengeksekusi rumah Atalarik Syah yang berdiri di atas tanah tersebut.

Bukan cuma nama Atalarik Syah, Dede Tasno juga malayangkan gugatan kepada pihak Kelurahan, Kecamatan, PT Sapta Gemilang Indah pada 2015.

"Kelurahan, Kecamatan, nanti PT Sapta itu sendiri ya. Terus ada Pak Purnomu, namanya Almarhum. Nanti Almarhum yang sudah meninggal aja, digugat juga. Terus ada direkturnya PT Sapta juga ya, juga digugat juga. Almarhum juga digugat," serunya.

Gugatan tersebut dilayangkan karena Dede Tasno mengeklaim sudah mengeluarkan biaya pengelolaan lahan dengan harga fantastis.

Namun, Atalarik membantah klaim tersebut dan mengaku sudah membangun pagar di atas tanahnya sejak 2003.

Adapun selama masa tersebut, dia menyatakan tidak ada yang mengajukan protes hingga adanya gugatan mendadak dari Dede Tasno pada 2015.

"Berdasarkan penggugat, dia merasa sudah melakukan pengeluarkan uang untuk pengelolaan lahan. Sebesar angka, enggak bisa disebut ya angkanya, yang enggak masuk di akal," imbuhnya.

Atalarik menduga peristiwa ini terjadi karena adanya perubahan sistem pencatatan kepemilikan aset dari analog menjadi digital.

Dia pun mengingatkan masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan aset, agar hal yang menimpanya tidak terjadi lagi.

"Jadi, untuk warga tolong-tolong diperiksa juga. Ini mungkin ada hikmahnya," imbuh Atalarik.